“Wahabi” adalah istilah yang umumnya digunakan untuk mengacu pada pengikut ajaran Wahhabisme, yaitu aliran puritan dalam Islam yang berasal dari pemikiran Muhammad ibn Abd al-Wahhab, seorang ulama dan teolog asal Arab Saudi pada abad ke-18. Aliran ini memiliki pandangan yang konservatif dan mengedepankan interpretasi harfiah terhadap teks-teks agama, terutama Al-Quran dan Hadis.
Sejarah Wahabi
Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang teolog Muslim yang lahir pada 1703 di Nadj, sisi timur Arab Saudi. Dalam pengembaraannya ke berbagai daerah untuk menuntut ilmu, Muhammad bin Abdul Wahab menemukan banyak terjadi penyimpangan ajaran Islam. Penyimpangan tersebut di antaranya berupa praktik bidah, syirik, dan khurafat.
Bidah adalah mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam Islam, dibentuk sendiri oleh manusia atau budaya di sekitarnya. Alhasil, Muhammad bin Abdul Wahab mencetuskan pemikiran reformasi Islam, yang kemudian menjadi sebuah gerakan. Wahabi dianggap sebagai gerakan yang ultra-konservatif, keras, dan berusaha mempertahankan ajaran Islam yang mutlak berdasarkan Alquran dan hadis. Para penganut paham Wahabi menamakan dirinya sebagai kelompok Muwahiddun, yang berarti pendukung ajaran yang memurnikan Allah SWT.
Salah satu insiden terkenal yang melibatkan aksi kekerasan oleh kelompok dengan pandangan Wahhabi terjadi pada awal abad ke-19. Pada tahun 1801 M, pasukan Wahhabi dari Dinasti Saud di Arab Saudi menyerbu dan menaklukkan Karbala. Mereka melancarkan serangan kejam terhadap kota tersebut, termasuk menghancurkan makam-makam yang dianggap suci oleh umat Syiah.
Insiden ini memicu reaksi keras dari umat Syiah di seluruh dunia, dan serangan tersebut diingat sebagai salah satu momen bersejarah yang meninggalkan bekas dalam persepsi dan hubungan antara aliran Sunni dan Syiah. Meskipun sejarah ini mungkin tidak mencerminkan seluruh kelompok Wahhabi atau penganutnya, insiden ini tetap menjadi bagian dari catatan sejarah yang perlu diingat ketika membahas dinamika agama dan konflik di dunia Islam.
Apakah Wahabi Sesat?
Tidak tepat untuk mengatakan bahwa semua pengikut aliran Wahhabisme atau Wahabi adalah “sesat.” Penggunaan istilah “sesat” dapat menjadi subjektif dan tergantung pada perspektif teologis dan agama masing-masing individu. Beberapa alasan mengapa pandangan tentang aliran ini beragam adalah:
Pandangan Teologis:
Wahhabisme memiliki pandangan khas tentang Islam yang didasarkan pada interpretasi yang ketat dan harfiah terhadap teks-teks agama. Pandangan ini dapat menimbulkan perbedaan dalam penafsiran ajaran Islam.
Kontroversi:
Beberapa aspek ajaran Wahhabisme, seperti pendekatan keras terhadap berbagai praktik keagamaan, seni, dan budaya, telah menuai kontroversi di antara para cendekiawan dan komunitas Muslim lainnya.
Toleransi Agama:
Beberapa kritikus menganggap aliran ini kurang toleran terhadap perbedaan agama dan pandangan, serta cenderung mengecam pengaruh budaya atau praktik lokal yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam versi mereka.
Kepentingan Politik:
Wahhabisme juga telah terkait dengan dukungan dan pengaruh politik tertentu, terutama di Arab Saudi. Beberapa orang menganggap bahwa aspek politik dalam ajaran ini dapat memengaruhi interpretasi dan penyebaran Islam.
Penting untuk diingat bahwa seperti halnya dalam semua aliran keagamaan, terdapat variasi dalam pemahaman dan praktik di kalangan pengikut. Ada yang mengikuti ajaran Wahhabisme dengan moderat, sementara yang lain mungkin lebih ekstrem dalam interpretasi dan tindakan. Oleh karena itu, penting untuk berbicara tentang aliran ini dengan pemahaman yang akurat dan terinformasi, serta menghindari penilaian umum atau stereotip.