Golongan Orang yang Dibenarkan untuk Berbuka Puasa Sebelum Waktunya
Berpuasa di bulan Ramadhan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Namun, tidak semua Muslim dapat melakukan ibadah puasa dengan baik bahkan ada beberapa golongan tertentu yang diperbolehkan untuk berbuka puasa sebelum terbenam matahari. Berikut beberapa golongan orang yang diperbolehkan untuk berbuka
1. Orang yang berada dalam perjalanan (Musafir)
Orang dalam perjalanan sesuai dengan syarat syarat yang dibolehkannya melakukan shalat qashar, maka baginya diperbolehkan untuk berbuka (tidak berpuasa) dengan tetap berkewajiban meng-qadha puasanya di lain hari.
Di sini ulama madzhab menambahkan satu syarat lagi, yaitu perjalanan tersebut harus berangkat sebelum terbitnya fajar, sampai menempuh jarak yang diperbolehkan melakukan shalat qashar. Namun jika perjalanan itu dimulai setelah terbitnya fajar maka haram baginya berbuka (tidak berpuasa). Dan jika pun berbuka, (tidak berpuasa) maka wajib baginya untuk meng-qadha (menggantinya) namun tidak perlu membayar kafarat.
Imam Syafi’i menambahkan satu syarat lagi, yakni orang yang boleh berbuka (tidak berpuasa) ialah orang yang baru saat tertentu melakukan perjalanan. Bukan orang yang memang pekerjaannya memang selalu mengadakan perjalanan, maka ia tidak punya hak untuk tidak berpuasa.
Berbuka ketika dalam perjalanan bagi mereka adalah rukhshah (keringanan) , bukan keharusan. Maka bagi orang orang yang memenuhi syarat tersebut, ia bisa memilih antara berbuka puasa atau tidak berbuka puasa.
Suatu ketika Hamzah bin Amru Al-Aslamy r.a bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah , aku merasa kuat untuk berpuasa dalam perjalanan jauh, apakah aku berdosa?” Beliau bersabda
Berbuka itu adalah rukhshah (keringanan) dari Allah. Barangsiapa menggunakan keringanan itu, maka ia baik, dan barangsiapa yang berpuasa maka ia tidak berdosa. (HR Muslim)
2. Orang sakit
Jika orang yang berpuasa itu jatuh sakit, dan ia khawatir dengan berpuasa itu membuat penyakitnya semakin parah, atau dapat memperlambat proses penyembuhannya, maka ia boleh berbuka, tetapi tidak ada ketentuan (keharusan) baginya untuk berbuka.
Sebagaimana halnya keadaan orang yang sedang dalam perjalanan, status berbuka bagi orang sakit pun merupakan rukhshah (keringanan), bukan suatu keharusan.
Namun jika dalam perkiraannya sendiri bahwa dengan berpuasa itu akan menimbulkan suatu madharat (bahaya), atau akan membahayakan salah satu anggota tubuhnya, maka dalam kondisi seperti ini ia harus berbuka, dan bila ia meneruskan puasanya, maka puasanya itu tidak sah. Dan ia berkewajiban untuk meng-qadha puasanya yang tertinggal. Demikian menurut Imam Madzhab.
Allah swt berfirman:
Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain (QS. Al Baqarah:184)
3. Wanita hamil dan Menyusui
Para ulama madzhab mengemukakan bahwa jika wanita yang sedang hamil atau menyusui itu merasa khawatir kepada diri atau pada anaknya akan bahaya ketika berpuasa maka boleh baginya untuk berbuka dan wajib mengganti puasanya.
Namun, dalam masalah fidyah (kafarat) mereka kembali berbeda pendapat. Imam Abu Hanifah mengatakan tidak diwajibkan secara mutlak.. Imam Malik mengemukakan bahwa hal itu hanya diwajibkan bagi wanita yang menyesui, sedang bagi wanita hamil tidak.
Sementara itu, Imam Ibnu Hanbal dan Imam Syafi’i menyatakan, bahwa bagi setiap wanita hamil dan menyesui yang hanya khawatir terhadap anaknya maka ia wajib membayar fidyah. Tetapi jika ia khawatir terhadap dirinya dan anaknya secara bersamaan, maka dia harus meng-qadha, puasa tanpa harus membayar fidyah.
Adapun ukuran membayar fidyah adalah dengan mengeluarkan satu mud (menurut jumhur ulama, kadarnya sama dengan 510 gram, sedang menurut Imam Abu Hanifah kadarnya sama dengan 812,5 gram gandum atau sejenisnya) per hari, dan setiap mud kepada satu orang miskin.
4. Orangtua yang Telah Rentah dan Lemah
Orang yang telah mencapai usia tua dan renta, baik pria maupun wanita, yang merasa kesulitan, sukar, dan tidak kuat lagi untuk berpuasa maka dia mendapat rukhshah (keringanan) untuk berbuka, hanya saja ia berkewajiban untuk membayar fidyah setiap hari dengan memberi makanan kepada orang fakir miskin.
Begitu juga dengan orang yang sakit sepanjang tahun. Hal ini disepakati oleh semua imam madzhab, kecuali Imam Madzhab Ibnu Hanbal, ia berpendapat, bahwa bagi orang yang sudah tua renta dan bagi orang sakit yang tidak ada harapan sembuh sepanjang tahun tersebut, hanya disunnahkan untuk membayar fidyah, tidak diwajibkan