Ibu dan bapak Rasulullah saw di neraka
Status keyatiman Rasulullah saw semakin sempurna dengan kematian ibundanya saat beliau berusia enam tahun. Beliau sangat bersedih akan kepergian ibunya, sebab kini beliau menjadi yatim piatu. Beliau semakin bertambah sedih lagi ketika setelah ibundahnya beliau, Rasulullah saw mengetahui bahwa ibundanya meninggal dalam keadaan kafir.
Mungkin sebagian orang menganggap aneh hal tersebut, namun kita tidak perlu merasa heran, sebab Al quran telah memberikan pernyataan lugas kepada kita bahwasanya ayahanda nabi Ibrahim as Khalilullah juga berada di neraka, istri Nabi Nuh dan putranya pun di neraka, begitu pula istri Nabi Luth a.s
Hal ini bisa dijelaskan dari beberapa aspek
Pertama, berdasarkan hadis hadis shahih yang melansir hal tersebut, diriwayatan dari Abu Hurairah, ia becerita: Nabi berziarah ke makam ibundanya, lalu beliau menangis hingga membuat orang orang di sekeliling beliau ikut menangis.
Beliau berkata,
“Aku pernah meminta izin kepada Tuhanku untuk memintakan ampunan bagi beliau, namun Dia tidak mengizinkanku. Lalu aku minta izin untuk berziarah ke makamnya dan kali ini Dia mengizinkanku. Maka berziarahlah kubur, sesungguhnya ia bisa mengingatkan kematian”
Mengomentari hadis ini, An-Nanawi menjelaskan: Sabda Rasulullah saw memuat kebolehan mengunjungi orang orang musyrik semasa hidup mereka dan bersiarah ke kubur mereka pasca kematian mereka. Sebab jika menziarahi mereka setelah meninggal diperbolehkan lebih lebih ketika masih hidup. Allah swt juga berfirman:
“dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik” (QS. Luqman:15). Namun hadis ini tetap mengeluarkan larangan untuk memintakan ampunan bagi orang orang kafir.
Ibu dan bapak Rasulullah saw di neraka
Al-Qadhi Iyadh menambahkan:
Ada seorang laki laki yang bertanya, “Wahai Rasulullah, dimana gerangan ayahku?” beliau menjawab, “Di neraka” Ketika laki laki itu berpaling beliau langsung memanggilnya dan berkata, “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu sama sama di neraka”
Mengomentari hadis ini, An Nawawi menjelaskan:
Hadis ini memuat penjelasan implisit bahwa orang yang meninggal dalam keadaan kafir berada di neraka dan tidak akan bermanfaat baginya jalinan kekerabatan dengan orang orang dekat.
Ibnu Katsir menambahkan
Abdul Muthalib meninggal dunia dalam keadaan tetap menganut agama Jahiliah, begitu juga dengan anaknya, Abu Thalib, walaupun hal ini bertentangan dengan sekte Syiah tentang status keduanya.