Kapan seharusnya sujud sahwi dan bagaimana cara melakukannya?
Pertanyaan:
Apa saja yang menyebabkan seseorang harus melakukan sujud sahwi dalam shalat dan bagaimana cara melakukannya?
Jawaban:
Sujud sahwi berasal dari kata sujud dan sahwi. Sahwi sendiri berasal dari kata shaw yang berarti lupa atau lalai dari sesuatu dan berpaling darinya.
Adapun istilah syar’i adalah sujud yang dilakukan pada akhir shalat atau sesudah shalat untuk menutup kekurangan karena meninggalkan perkara yang diperitahkan atau melakukan sesuatu yang dilarang tanpa disengaja.
Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW,
“Jika azan dikumandangkan setan lari terkentut kentut hingga tidak mendengar azan. Jika azan telah selesai, ia datang lagi. Jika iqamah dikumdangkan dia pergi lagi. Jika selesai iqamat, ia datang lagi untuk melintasi antara seseorang dengan jiwanya seraya mengatakan ‘ingatlah, ingatlah! bahkan, terhadap hal hal yang sebelumnya tidak diingatnya. Hingga seseorang lupa sudah berapa rakaat shalatnya. Jika seseorang dari kalian tidak tahu berapa rakaat ia shalat, hendaklah ia sujud dua kali dalam keadaan duduk” (HR Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasa’i. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
“Kami salat bersama Rasulullah salah satu dari salat siang hari (Zuhur atau Azar), kemudian beliau salam pada rakaat kedua. Kemudian beliau mendatangi kayu yang ada di arah kiblat masjid dan bersandar kepadanya, sedangkan di antara para jemaah terdapat Abu Bakar dan Umar, keduanya pun tidak berkata kata, sementara banyak jemaah yang mengira bahwa shalat itu diqashar. Kemudian Dzul Yadain bengkit dan bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau mengqashar salat atau engkau lupa?’ Rasulullah menoleh ke arah kanan dan kiri kemudian bertanya, ‘Apa yang dikatakan oleh Dzul Yadain (itu benar)?’ Mereka menjawab, ‘Ia benar, engkau hanya shalat dua rakaat’. Kemudian Rasulullah shalat kembali dua rakaat lalu mengucapkan salam, kemudian bertakbir dan bersujud, kemudian bertakbir dan bersujud, kemudian bangkit dari sujud” (HR Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Penyebab sujud sahwi secara syar’i dibagi menjadi empat bagian, yaitu saat terjadi
1. Kekurangan rakaat
2. Kelebihan rakaat
3. Tidak atau lupa tasyahud awal
4. Adanya keraguan
Penjelasan:
1. Jika seseorang yang shalat meninggalkan salah satu rukun dalam shalat karena lupa, kemudian ia ingat sebelum memulai bacaan pada rakaat selanjutnya, ia harus kembali pada rukun tersebut untuk mengerjakannya dan mengerjakan rukun rukun yang lain. Kemudian di akhir shalat dia mengerjakan sujud sahwi.
Namun, jika ia ingat telah meninggalkan rukun setelah ia memulai bacaan pada rakaat selanjutnya, shalatnya menjadi batal dan dia harus mengulangi shalatnya serta menyempurnakannya.
2. Jika seseorang lupa melakukan tasyahud awal karena lupa kemudian teringat sebelum sempurna berdirinya, hendaklah dia duduk untuk tasyahud awal dan ia tidak perlu sujud sahwi. Namun, jika ia telah berdiri sempurna dan ingat tasyahud awalnya terlewat gugurlah pelaksanaan tasyahud awal dan ia melanjutkan shalatnya serta melakukan sujud sahwi. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW dari Al-Mughirah bin Syu’bah:
“Jika salah seorang di antara kalian berdiri dari rakaat kedua, tetapi belum sempurna berdirinya, duduklah dan jika berdirinya sudah sempurna, janganlah dia duduk, kemudian sujud sahwilah dua kali sujud” (HR Turmudzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
3. Jika seseorang ragu ragu dalam bilangan rakaat shalatnya misalnya tiga atau empat rakaat, hendaklah dia mengingat ngingat shalatnya, kemudian memilihi mana yang menurutmu lebih kuat. Namun, jika tidak ada keyakinan untuk itu, ia diperbolehkan memilih di atas keyakinannya yang paling sedikit dari keduanya (tiga), kemudian dia sujud sahwi di akhir shalatnya.
Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Abdurrahman bin Auf yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Jika salah seorang di antara kalian lupa dalam shalatnya, kemudian ia tidak tahu apakah ia shalat satu atau dua rakaat, hendaklah dia memastikan satu rakaat. Jika ia tidak tahu dua atau tiga rakaat, hendaknya ia memastika dua rakaat. Jika ia tidak tahu apakah tiga rakaat atau empat rakaat, hendaknya ia memastikan tiga rakaat. Kemudian ia sujud sahwi sebelum salam” (HR Tirmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Dalam pelaksanaannya, para ulama berbeda pendapat tentang pelaksanaan sujud sahwi, sebelum atau sesudah salam.
a. Sujud sahwi dilaksanakan sebelum salam. Ini pendapat Abu Hurairah, Makhul, Az-Zuhni, Ibnul Musayyab, Rabi’ah, Al Auza’i, dan Al-Laits
b. Sujud sahwi dilaknsakan sesudah salam. Ini pendapat Sa’ad bin Abi Waqqash, Ibnu Mas’ud, Anas, Ibnu Az-Zubair, dan Ibnu Abbas. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ali, Ammar, Al-Hasan, An-Nakha’i Ats- Tsauri, serta mashab Abu Hanifah dan para sahabatnya.
Ibnu Taimiyah berpendapat dengan mendasarkan kumpulan kumpulan nash yang ada, sujud sahwi dibedakan antara kelebihan dan kekurangan, antara keraguan dan mengingat ngingat, atau antara ragu ragu dan yakin. Beliau membedakan pelaksanaan sujud sahwi ke dalam beberapa bagian:
1. Jika berkenaan dengan kekurangan, seperti tidak tasyahud awal, hal ini memerlukan penambal dan penambal itu dilakukan sebelum salam agar shalatnya menjadi sempurna.
2. Jika berkenaan dengan kelebihan, seperti rakaat, hendaknya jangan sampai mengumpulkan dua tambahan dalam satu shalat. Oleh karena itu, sujud sahwi dilaksanakan setelah salam karena hal itu dapat membuat setan marah.
3. Berkenan dengan ragu ragu atau mengingat ingat, orang yang shalat sesungguhnya telah menyempurnakan shalatnya. Dua sujud sahwi dilakukan setelah salam untuk membuat setan marah.