
Akhir akhir ini, hukum dan pelaksanaan khitan bagi perempuan menjadi perbincangan yang cukup ramai di kalangan masyarakat, terutama bagi aktivis “pembela perempuan” atau gerakan gender. Bahkan di beberapa negara menjadi komoditi politik yang manjur untuk menjatuhkan lawan politiknya.
Sebenarnya, khitan perempuan sudah ada, jauh sebelum datangnya Islam dan sudah dilakukan dibeberapa negara. Terutama di lembah Nil yakni: Sudan, Mesir, dan Euthiopia.
Sebagaimana para antropolog telah mengungkapkan bahwa praktik khitan telah populer di masyarakat Mesir Kuno. Hal ini dibuktikan dengan penemuan mumi perempuan pada abad ke 16 SM yang memiliki tanda clitoridectomy (pemotongan yang merusak alat kelamin).
Mereka, dalam melakukan khitan terhadap perempuan bisa dibagi menjadi dua cara. Pertama, clitoridectomy dengan menghilangkan sebagian atau lebih dari alat kelamin luar, yaitu menghilangkan sebagian atau seluruh klitoris dan sebagian bibir kecil vagina (labia minora).
Kedua, infibulation dengan menghilangkan seluruh klitoris serta sebagian atau seluruh labia minora. Lalu, labi minora dijahit dan hampir menutupi seluruh vagina. Bagian yang terbuka disisakan sedikit, sebesar batang korek api atau jari kelingking untuk pembuangan darah menstruasi.
Khitan Perempuan, Masihkah Perlu?
Ketika perempuan menikah, maka bagian yang dijahit itu dipotong atau dibuka lagi. Kedua cara tersebut dikenal dengan sebutan khitan Fir’aun.
Khitan model kitan Fir’aun, jelas tidak dianjurkan dan dilarang dalam Islam, karena secara medis, khitan seperti ini bisa menimbulkan dampak negative bagi perempuan. Baik secara kesehatan maupun psikologis.
Khitan ini membuat perempuan tidak stabil emosinya dan mengurangi gairah seksualnya. Bahkan, dapat menimbulkan berbagai penyakit kelamin pada perempuan. Di antaranya terjadi infeksi dan adanya fistula pada daerah yang dilakukan penyunatan.
Khitan umumnya banyak terjadi di Afrika, di sejumlah wilayah Timur tengah, Indonesia, dan Malaysia. Menurut kajian yang dihasilkan beberapa waktu lalu, kita menjadi tradisi di 28 negara, dengan perbedaan khitan sebagian dan khitan total.
Para peneliti Perancis menemukan bahwa hampir 100% perempuan di Kenya telah diKhitan. Tradisi khitan menyebar di Afrika sejak lama, sebelum sampainya agama samawi ke wilayah tersebut.
Masyarakat melakukan khitan terhadap laki laki dan perempuan tanpa ada alasan keagamaan. Kebanyakan faktor yang melatarbelakangi khitan adalah alasan tradisi kabilah, bukan agama.
Yang jelas, tidak ada hubungannya dengan penyebaran Islam di sebuah negara dengan jumlah perempuan yang dikhitan. Di Nigeria, bahkan kaum perempuan yang dikhitan tidak lebih dari 2% saja. Padahal Nigeria merupakan negara dengan penduduk mayoritas Muslim. Namun, tradisi di masing masing daerahlah yang menjadi pemicunya. Perlahan tapi pasti, kini khitan sudah jauh berkurang dilakukan oleh perempuan. Setelah banyak informasi medis dan agama yang menjelaskan tentang khitan.
Dalam khazana fikih keislaman, terdapat beberapa pendapat yang menyatakan bahwa khitan bagi wanita adalah sunah, seperti pendapat Imam Mawardi. Menurutnya, khitan bagi perempuan yang dipotong adalah kulit yang berada di atas vagina perempuan yang berbentuk mirip cengger ayam.
Yang dianjurkan adalah memotong sebagian kulit tersebut, bukan menghilangkannya secara keseluruhan. Imam Nawawi juga menjelaskan hal yang sama bahwa khitan pada perempuan adalah memotong bagian bawah kulit lebih yang ada di atas vagina perempuan.
Prof Dr. Wahbah al-Zuhaily dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh mendeskripsikan perbedaan ulama Mazhab tentang hukum Khitan.
“Khitan bagi perempuan menurut mazhab Hanafi dan Maliki dianggap kemuliaan, asal tidak berlebihan sehingga ia tetap mudah merasakan kenikmatan seksual”.
Oleh karena itu, Rasulullah saw melarang berlebih-lebihan dalam mengkhitan anak perempuan. Larangan dari Rasulullah saw tersebut secara hukum bisa mengindikasikan keharaman tindakan tersebut.
Apalagi bila terbukti bahwa berlebihan atau kesalahan dalam melaksanakan khitan pada perempuan bisa menimbulkan dampak negatif, maka bisa dipastikan keharaman tindakan tersebut.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, di antara ulama terjadi perbedaan pendapat tentang hukum khitan perempuan. Perbedaan pendapat para ulama seputar hukum khitan bagi perempuan tersebut disebabkan riwayat hadis seputar khitan perempuan yang masih dipermasalahkan kekuatannya.
Menurut, Sayyid Sabiq dalam Fiqhu Sunah, ia menegaskan bahwa, “Semua hadis yang berkaitan dengan hukum khitan bagi perempuan adalah dhaif, tidak ada satu pun yang shahih.” Dengan demikian bisa dikatakan khitan perempuan merupakan masalah ijtihadiyah.
Hadis yang paling populer tentang khitan perempuan adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ummu ‘Atiyah, bahwa Rasulullah saw bersabda kepadanya yang artinya:
“Wahai Umi ‘Atiyah, berkhitanlah dan jangan berlebihan. Sesungguhnya khitan lebih baik bagi perempuan dan lebih menyenangkan bagi suaminnya”
Hadis ini diriwayatkan oleh Baihaqi, Hakim dari Dhahhak bin Qais. Abu Dawud juga meriwayatkan hadis serupa, namun semua riwayatnya Dhaif dan tidak ada yang kuat. Abu Dawud konon meriwayatkan hadis ini untuk menunjukan ke dhaifannya.
Mengingat tidak ada hadis yang kuat mengenai khitan bagi perempuan ini, Ibnu Hajar meriwayatkan bahwa sebagian ulama Syafi’iyah dan riwayat Imam Ahmad mengatakan bahwa tidak ada anjuran Khitan bagi perempuan.
Dengan mempertimbangkan data data di atas, beberapa kalangan ulama kontemporer menyatakan bahwa apabila tidak bisa terjamin pelaksanaan khitan perempuan secara benar, maka sebaiknya tidak melakukan khitan perempuan.
Di samping itu juga karena tidak ada hadis shahih satu pun yang bisa dijadikan alasan pelaksanaan khitan bagi perempuan. Kalaupun ada sebagian orang yang ngotot untuk tetap mengkhitan puterinya, karena tradisi yang begitu kuat, maka dapat dilakukan “Khitan semu”. Artinya seorang dokter misalnya hanya membersihkan daerah “alat vital” perempuan dengan kasa yang sudah diolesi semacam iodium atau betadin.
Jadi tidak perlu melukainya ataupun memotongnya. Saya kira solusi ini lebih tepat untuk dilaksanakan, demi menghadapi sebagian keluarga yang ngotot putrinya ingin dikhitan. Wallahu’ alam.