Kisah Ifk (Kabar Bohong/HOAX) Kepada Aisya r.a
Istri Nabi Muhammad saw, Sitti Aisyah r.a mendapatkan cobaan kepada dirinya dengan tersebarnya kabar bohong/fitnah yang ditujukan kepada dirinya. namun sebenarnya kejadian ini merupakan cobaan bagi kaum muslimin pada waktu itu. berikut kisahnya:
Sewaktu Nabi pulang dari perang Banu Lihyan dan perang Dzi Qirdin, beliau mendapat kabar bahwa pada bulan Sya’ban tahun ke enam hijriah bahwa Banu Musthaliq telah bersiap-siap untuk memerangi kaum muslimin.
Waktu itu Nabi mengajak istrinya Sitti Aisyah binti Abu Bakar. Ia diajak dalam perang Banu Musthaliq. Ketika dalam perjalanan pulang beliau berhenti di suatu tempat yang dekat dengan Madinah untuk beristirahat. Siti Aisyah keluar untuk berhajat.
Waktu ia keluar ia memakai kalung di lehernya. Namun, ketika ia kembali ia merasa kehilangan kalungnya. Sehingga ia keluar mencari kalungnya. Sebenarnya kalung itu telah dipungut oleh seseorang dan dibawa berjalan bersama rombongan kafilah.
Ketika Aisyah r.a kembali ke tempat pemberhentian untanya, ia dapatkan rombongan telah pergi. Ia memanggil kaum muslimin ke sana ke mari, namun tidak ada seorang pun yang mendengar teriakannya. Seluruh rombongan itu telah berangkat semuanya.
Kisah Ifk (Kabar Bohong) Kepada Aisya r.a
Siti Aisyah r.a kemudian menutup tubuhnya dengan kain selendangnya dan berbaring di tempat itu sambil menunggu ada orang yang mencarinya.
Ketika Siti Aisyah sedang berbaring di tempat itu, tiba-tiba Shafwan bin Mu’athal lewat di tempat itu. Shafwan juga tertinggal oleh rombongan kaum muslimin. Ketika melihat Siti Aisyah r.a di tempat itu sendirian ia bertanya’
“Apakah engkau istri Rasulullah berada di sini” kemudian Shafwan mendekatkan ontanya pada Siti Aisyah dan ia menjauhkan dirinya sampai Sitti Aisyah menaiki ontanya. Setelah Sitti Aisyah duduk di punggung onta, maka Shafwan menuntun tali onta itu untuk mengejar rombongan kafilah Muslimin yang telah lewat.
Onta yang dituntun oleh Shafwan bin Mu’athai itu mendapatkan kafilah kaum muslimin di pagi hari sewaktu mereka tiba di Madinah. Kejadian itu tidak terlalu dihiraukan oleh orang banyak. Menurut adat dan kebiasaan bangsa Arab kejadian semacam itu memang sering terjadi.
Demikian pula bangsa Arab yang senantiasa menjaga dan menutupi segala aib. Para sahabat menganggap Rasulullah sebagai ayah mereka. Sedangkan para istri beliau sebagai ibi-ibu mereka. Rasulullah lebih dicintai oleh para sahabatnya daripada anak dan ayah mereka sendiri.
Demikian pula Shafwan bin Mu’athal dikenal sebagai seorang yang taat beragama, tinggi budinya, pemalu bahkan dikenal sebagai seorang yang tidak berkeinginan kepada wanita.
Sebenarnya kejadian di atas tidak banyak mengundang perhatian orang. Namun, Abdullah bin Ubay tidak berhenti sampai di situ saja, bahkan ia selalu membicarakannya kembali setelah ia sampai ke Madinah.
Pembicaraannya diikuti oleh kawan-kawannya, kaum Munafiqin. Mereka sengaja menggunakan kabar ini untuk menimbulkan api fitnah di kalangan kaum muslimin dan untuk melemahkan hubungan mereka dengan pribadi Rasulullah beserta keluarganya.
Lebih dari itu, banyak dari kaum muslimin sendiri yang terpengaruh oleh adanya fitnahan tersebut sehingga sebagian dari mereka ada pula yang ikut membicarakan persoalan tersebut tanpa dasar dan penyaringan yang kuat.
Ketika Siti Aisyah mendengar berita yang telah menggemparkan seluruh kota Madinah, ia sangat takut dan dirundung gelisa. Tangisnya tidak pernah berhenti dan ia pun tak dapat mengecap tidur sedikitpun. Kejadian itu membuat hati Rasulullah sangat susah. Ketika beliau mengetahui datang berita itu, beliau bangkit di atas mimbar dan berkata,
“Hai kaum Muslimin! Siapa yang akan membelaku dari seorang laki-laki yang telah menyampaikan kepada saya suatu yang menyakitkan keluarga saya. Demi Allah tidak aku ketahui dari keluargaku kecuali yang baik.
Sesungguhnya orang-orang telah menyebutkan seorang laki-laki padahal yang aku ketahui tentang laki-laki itu baik semuanya, dan ia tidak pernah memasuki rumah keluargaku kecuali dengan aku”
Setelah mendengar ucapan Nabi, sebagian orang dari kaum Aus marah dan mereka menyatakan kesediaannya untuk membunuh orang yang telah membesar-besarkan berita itu, baik dari golongan Aus maupun dari Khazraj.
Abdullah bin Ubay adalah orang yang berasal dari suku Khazraj. Karena itu, sebagian dari orang Khazraj ada yang tersinggung dengan pernyataan kaum Aus. Hampir saja kedua golongan tersebut saling berperang jika bukan karena kebijaksanaan Nabi dan kesabaran beliau.
Sitti Aisya r.a tetap yakin akan kesucian dirinya. Sedikitpun tidak merasa kecil hati dengan adanya fitnahan serupa itu. Seperti seorang yang tidak merasa berdosa. Ia tetap yakin bahwa kelak Allah pasti akan mengabarkan tentang kesucian dirinya pada diri Nabi.
Namun, ia yakin bahwa untuk menerangkan akan kesucian dirinya itu Allah tidak akan menurunkannya dalam Al Quran yang akan dibaca oleh semua generasi Muhammad saw. Akan tetapi, tidak berselang lama Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Rasul-Nya dalam Al Quran untuk menerangkan kesucian dari Sitti Aisyah.
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira berita bohong itu akan memburukkan kamu, tetapi membaikkan kamu. Setiap orang akan mendapat (hukuman) dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa dari mereka yang mengambil bagian yang terbesar, maka ia akan mendapat siksaan yang besar pula. Mengapa laki-laki dan perempuan-perempuan yang beriman itu, ketika mendengar berita itu tidak bersangka baik kepada diri (saudara) mereka sendiri serta berkata: ‘Tuduhan itu adalah berita bohong belaka” (QS. An Nur:11-12)
Dengan turunnya ayat yang menerangkan kesucian dari Sitti Aisyah dari tuduhan yang dilemparkan oleh kaum Munafiqin itu, maka padamlah api fitnah dan ketegangan di kalangan kaum Muslimin.
Keadaan kembali tenang seperti sediakala dan kaum Muslimin pun kembali melakukan kegiatannya seperti apa yang diperintahkan Allah swt dan Rasul-Nya. Serta mengerjakan apa saja yang dapat mendatangkan kebahagian bagi mereka dan bagi seluruh umat manusia.
Semoga bermanfaat…