kisahkisah islami

Kisah Keadilan Ali bin Abi Thalib, Refleksi Pemimpin Kekinian

Suatu ketika menjelang hari Raya Id Fitri, putri Ali Bin Abi Thalib, Zainab binti Ali bin Abi Thalib tengah sendiri di kamarnya. Ia memandangi dirinya di cermin.

“Alangkah baiknya bila pada hari raya nanti, ada sesuatu yang istimewah yang dapat aku kenakan,” begitu yang terlintas dalam pikirannya.

Meskipun pada saat itu Ali bin Abi Thalib adalah seorang kepala negara, tidak berarti kehidupan keluarganya diliputi dalam kemewahan. Keluarga Ali bin Abi Thalib justru hidup dalam keadaan yang sederhana. Tak heran bila Zainab, putrinya pun tidak memiliki perhiasan apa apa.

Saat itu Zainab teringat sebuah kalung indah yang tersimpan di Baitul Mal. Kalung itu terbuat dari mutiara yang amat mahal harganya. Namun, sebagaimana harta lain yang berada di Baitul Mal merupakan harta kaum muslimin, Zainab tidak boleh menggunakannya, tapi bagaimana kalau dia hanya meminjamnya untuk dipakai selama hari raya dan sesegera mungkin mengembalikannya kepada Baitul Mal setelah hari raya.

Zainab kemudian bergegas ke Baitul Mal dan menemui Ibnu Abi Rafi’, yang saat itu sebagai kepala baitul mal. Di saat itu Zainab mengutarakan keinginannya untuk meminjam kalung mutiara itu selama tiga hari sekedar untuk digunakan di hari raya.

“Setelah tiga hari aku akan langsung mengembalikannya,” janji Zainab.

Ibnu Abi Rafi’ tidak keberatan dengan maksud Zainab. Bukankah Zainab adalah putri Ali bin Abi Thalib, sang khalifah? Maka ia pun membolehkan Zainab meminjam kalung itu selama tiga hari. Hati Zaenab pun senang karenanya.

Sesampainya di rumah Zainab kemudian mencoba kalung tersebut, kalung yang indah itu memang nampak indah sekali. Akan tetapi ketika sedang berkaca diri dengan memakai kalung pinjaman itu, ayahnya, Ali bin Abi Thalib datang. Ia memandang  putinya dengan penuh kasih sebelum melihat ke arah lehernya.

Namun ketika melihat leher putrinya, seketika itu air muka Ali berubah, wajahnya kini nampak memerah menahan marah.

“Zainab” tegur Ali bin Abi Thalib seraya berupaya keras menahan kemarahannya, “Darimana engkau mendapatkan kalung itu?”

Seketika itu wajah Zainab menjadi pucat pasi. Ia amat takut melihat kemarahan yang terpancar dari wajah ayahnya. Zainab pun menjawab dengan lirih.

“Saya mendapatkannya dari Ibnu Abi Rafi’, setelah saya mengatakan kepadanya untuk meminjamkan kalung ini dari Baitul Mal. Saya hanya meminjamnya, Ayah. Selama tiga hari di hari raya. Setelah itu, saya akan langsung mengembalikannya.”

Ali bin Abi Thalib menggeleng dengan keras tanda tidak setuju. Namun sebagai ayah dan kepala negara yang bijak, ia tidak menumpahkan kemarahannya begitu saja. Ia ingin memberi tahu bahwa kemarahannya beralasan dan ingin setiap persoalan diselesaikan di hadapan orang orang yang terlibat. Oleh karena itu, dia menyuruh seseorang untuk pergi ke Ibnu Abi Rafi’ dan memintanya untuk menemui sang Khalifah di rumah.

Sesampainya Ibnu Abi Rafi’ di rumah Ali, di depan Zainab, Ali bertanya kepada Ibnu Abi Rafi’

“Siapa yang telah menyuruhmu memberikan kalung ini kepada putriku, dan mengkhususkannya dari anak anak kaum muslimin yang lain? Apakah engkau mendapatkan perintah dari kaum muslimin untuk mempergunakan harta Baitul Mal sekehendakmu?”

“Wahai Amirul Mukminin, tetapi dia ini adalah putrimu sendiri,” jawab Ibnu Abi Rafi’ mencoba melunakkan hati Ali.

Tetapi Ali tetap pada pendiriannya. Sekalipun Zainab itu adalah putrinya sendiri, dan maksudnya pun hanya meminjam harta Baitul Mal, Ali tidak mengizinkannya. Ia takut telah berbuat tidak adil pada kaum muslimin yang lain bila mendahalukan kepentingan keluarganya.

“Wahai Ibnu Abi Rafi'” tegas Ali,

“Apakah putriku bisa meringankan siksa Allah padaku di hari akhir nanti? Dan apakah dia dapat memikul dosa-dosaku di hari akhir nanti?”

Ibnu Abi Rafi’ terdiam sebelum menjawab

“Tentu tidak dapat, ya Amirul Mukminin.”

“Nah, kalau begitu, ambil kembali kalung ini dari putriku dan kembalikan segera ke Baitul Mal. Jangan pernah lagi mengulang perbuatan semacam ini, kalau tidak ingin mendapat sanksi dariku,” perintah Ali bin Abi Thalib.

Akhirnya Ibnu Abi Rafi’ pun segera mengambil kembali kalung itu dari Zainab dan mengembalikannya ke dalam Baitul Mal. Lewat cara itu, Zainab pun mendapat pelajaran berharga, bahwa ia tidak bisa sekehendak hati menggunakan harta kaum muslimin, sekedar memperturutkan keinginan hatinya hanya karena ia adalah seorang kepala negara.

Betapa luar biasa perilaku Ali bin Abi Thalib yang sangat berhati hati menjaga diri dan keluarganya dari segala tindakan tidak adil yang dapat membawanya pada kemurkaan Allah SWT.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button