Kisah Sedekah keluarga Ali yang diabadikan Al Qur an
Fatimah sudah menjalani hidup yang penuh kesulitan dan cobaan. Pada saat itu dakwah tengah dihadang tekanan kaum kafir Quraisy yang tidak hanya menyakiti hati, namun secara terang terangan menyiksa fisik Nabi dan umat Islam.
Fatima saat itu belum menikah dan dekat dengan orang tuanya. Fatimah juga mengalami masa pemboikotan yang menyebabkan penderitaan dan kelaparan bagi kaum Muslimin. Belum tuntas hal itu dijalani, sang bunda, Khadijah pun meninggal dunia.
Kepergian Khadijah menjadikan hubungan Fathimah dan ayahnya, Rasulullah saw semakin erat. Fathimahlah yang mengurusi ayahnya hingga ia dikenal dengan julukan Ummu Abiha (ibu dari ayahnya). Beban dakwa yang dulu di-sharingkan Rasulullah kepada Khadijah dengan sepenuh ketulusan, kini diambil alih oleh Fathimah.
Penderitaan kaum muslimin berkurang ketika mereka hijrah ke Madinah. Di sini Rasulullah menikah dengan Aisyah, dan Fathimah pun akhirnya tak lagi banyak mengurusi ayahnya. Apalagi tak lama kemudian, Ali melamarnya. Fathimah pun pindah ke rumah suaminya. Namun kedekatan Rasulullah dan putrinya itu sangat erat, sehingga setiap kali Rasulullah bertemu tak penah lupa untuk memeluk dan mencium putrinya.
Sebagai anak dari pemimpin umat yang kerap kali mendapatkan harta rampasan perang, Fathimah justru dididik untuk memikirkan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
Suatu hari Ali tak mampu untuk mengupah seorang pembantu, namun ia juga tidak tega melihat Fathimah terkelupas kulit tangannya karena menggiling gandum. Akhirnya Ali mengajak Fathimah bertemu Rasulullah untuk meminta satu saja tawanan untuk dijadikan sebagai pembantu mereka.
Rasulullah manjawab, “Demi Allah, aku tidak akan memberikannya kepada kalian, sementara orang orang miskin banyak yang lapar. Maka aku akan menjual tawanan itu dan uangnya untuk mereka.”
Sejak itu Fathimah pun menjalani hidupnya dalam kondisi sebagaimana yang diajarkan ayahnya, dengan selalu mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri dan keluarga.
Suatu hari Hasan dan Husain- kedua cucu kembar Rasulllah saw dari pernikahan putri bungsunya, Fathimah dan Ali bin Abi Thalib sakit keras.
Kondisi Hasan dan Husain tersebut sangat mengenaskan. Saat Rasulullah datang menjenguknya, Umar yang ikut bersama Rasulullah memberi saran kepada Fathimah dan Ali untuk berpuasa nadzar.
“Berpuasa nadzarlah untuk kedua anakmu, isha Allah, Allah akan berkenan menyembuhkan penyakitnya”, saran Umar.
“Insha Allah aku akan berpuasa nadzar selama tiga hari sebagai rasa syukurku kepada Allah,” sambut Ali segera.
“Aku juga akan berpuasa nadzar sebagai syukurku,” timpal Fathimah.
“Kami juga…” kata Hasan dan Husain masih terbaring sakit tidak mau kalah.
Beberapa hari kemudian, Hasan dan Husain sembuh dari penyakitnya. Sesuai nadzar mereka kepada Allah, Fathimah, Ali, Hasan dan Husain pun melaksanakan puasa nadzar dengan penuh keikhlasan.
Sebenarnya saat berpuasa itu, Fathimah dan Ali sudah tidak punya makanan lagi yang dapat digunakan untuk berbuka puasa di sore harinya. Karena itulah, Ali segera keluar rumah. Ia pergi ke rumah seorang kenalannya yang bernama Syam’un. Syam’un adalah seorang pengusaha tenun bulu domba. Ali berharap ada pekerjaan yang didapatnya di sana.
“Apakah ada pekerjaan untukku wahai Syam’un?” tanya Ali.
“Ya, ada. Banyak bulu domba yang belum dipintal,” jawab Syam’un.
“Dapatkah engkau memberi 3 takar gandum sebagai upahnya?”tanya Ali. Ia berharap gandum itu dapat digunakan untuk berbuka puasa bagi keluarganya.
“Baiklah engkau dapat membawanya sekarang,” jawab Syam’un lagi.
Ali pun membawa sebagian bulu domba yang akan dipintal beserta 3 takar gandum sebagai upahnya.
Sesampainya di rumah, Ali menceritakan pekerjaan yang ia dapat. Mendegar hal itu, Fathimah sangat gembira. Dengan sungguh sungguh Fathimah memintal bulu domba tersebut. Saat sepertiga bulu domba itu telah selesai dipintal, Fathimah mengambil satu takar gandum sebagai upahnya. Ia Segera memasaknya untuk makanan berbuka.
Maghrib pun tiba. Selesai shalat maghrib, Ali dan keluarganya segera bersiap berbuka puasa, namun baru saja makanan itu akan masuk ke mulut mereka, tiba-tiba datang ke rumah mereka seorang miskin yang terlihat sangat kelaparan. Fathimah segera memberikan makanan itu untuk orang miskin tersebut. Kini tidak ada lagi makanan di rumah mereka. Akhirnya mereka berbuka hanya dengan segelas air. Demikian pula saat sahur tiba, segelas air minum saja yang masuk ke perut keluaga bersahaja itu.
Esok harinya, kembali Fathimah melanjutkan pekerjaannya memintal bulu domba. Setelah sepertiga bagian selesai dikerjakan, Ali mengambil satu takar gandum untuk dimasak. Dan saat berbuka tiba, kembali mereka didatangi seseorang. Kali ini seorang anak yatim yang kelaparan. Melihat kondisi anak yatim itu, Fathimah merasa iba dan kasihan. Ia pun memberikan makanan itu kepada sang yatim. Anak itu berterima kasih terhadap budi baik Fathimah. Kembali mereka berbuka dengan segelas air putih.
Keesokan harinya di hari ketiga mereka berpuasa nadzar, dengan penuh kesungguhan Fathimah melanjutkan pekerjaannya memintal bulu domba yang tinggal sepertiga lagi. Akhirnya pekerjaan memintal bulu domba yang tinggal sepertiga lagi selesai. Gandum yang masih tersisah pun dimasaknya. Ia berharap makanan yang dia masak kali ini dapat mengganjal perut anak dan suaminya yang sudah sangat kelaparan. Namun, tampaknya harapan Fathimah masih terus diuji Allah. Seorang tawanan yang sudah berhari hari tidak makan, datang ke rumahnya dengan keadaan sangat lapar.
Makanan itu pun kembali diberikan Fathimah untuknya. Fathimah hanya menaruh harapannya kepada Allah, semoga Allah menolong kedua anaknya yang kelaparan.
Esoknya, Ali membawa kedua anaknya menghadap Rasulullah. Keadaan Hasan dan Husain sangat memprihatinkan, badan mereka gemetar menahan lapar. Melihat keadaan kedua , Rasulullah sangat sedih. Diajaknya mereka menemui Fathimah yang keadaannya sama saja dengan kedua anaknya dipeluknya mereka dengan penuh rasa haru, dari bibirnya yang mulia terucap sebuah doa, “Ya Allah, tolonglah keluargaku ini…”
Doa Nabi Muhammad memang selalu dikabulkan Allah. Allah berkenan menolong kelaurga beliau. Amal kebajikan mereka, yakni mendahulukan kepentingan orang lain, diterima Allah dengan penuh keridhaan-Nya.
Ayat Allah pun turun mengenai mereka. Sebuah ayat dalam Al -Qur’an surat ad-Dhahr ayat 7 – 22 yang salah satu ayatnya (artinya) berbunyi : Mereka telah memberikan makanan yang disukainya kepada orang orang miskin, anak yatim dan tawanan, semata mata mengharap keridhaan Allah.
Subhanallah, suatu hadiah yang tidak ternilai, yakni kebajikan mereka terus tertulis sepanjang zaman, dalam ayat Al-Qur-an. Pengorbanan Fathimah dan keluarganya memang amat luar biasa.