istri rasulullah

Mariyah Al Qabthiyyah istri Rasulullah saw

Mariyah binti Syama’un (Mariyah Al Qabthiyyah, adalah seorang budak kristen koptik yang dikirimkan sebagai hadiah dari Muqawqis, seorang pegawai Bizantium, kepada Nabi Muhammad pada tahun 628. Menurut sebagian tokoh Islam dia juga istri nabi dan ibu bagi orang orang mukmin).

Saudaranya Sirin, juga dikirimkan kepada Nabi Muhammad, Nabi kemudian memberikannya kepada Hasan bin Tsabit. Mariyah tidak pernah menikah lagi setelah kematian Nabi Muhammad saw pada tahun 632, dan dia meninggal lima tahun setelahnya.

Tentang nasab Mariyah, tidak banyak yang diketahui selain nama ayahnya. Nama lengkapnya adalah Mariyah binti Syama’un yang dilahirkan didataran Mesir yang dikenal dengan nama Hafn. Ayahnya berasal dari suku Qibti, dan ibunya adalah penganut agama Masehi Romawi. Setelah dewasa bersama saudara perempuannya, Sirin, Mariyah dipekerjakan kepada raja Muqauqis.

Related Articles

Nabi Muhammad disebutkan menulis surat kepada Muqauqis melalu Hatib bin Baltaah, menyeruh raja agar memeluk agama Islam. Raja Muqauqis menerima Hatib dengan hangat, namun dengan ramah dia menolak untuk memeluk Islam, justru dia mengirim Mariyah, Sirin dan seorang budak bernama Maburi, serta hadiah hadiah hasil kerajinan dari Mesir untuk Rasulullah saw.

Di tengah perjalanan Hatib merasakan kesedihan hati Mariyah karena harus meninggalkan kampung halamannya. Hatib menghiburnya dengan menceritakan tentang Rasulullah saw dan Islam, kemudian mengajak mereka masuk Islam. Mereka pun menerima ajakan tersebut.

Rasulullah telah menerima kabar penolakan raja Muqauqis dan hadiahnya, dan betapa terkejutnya Rasulullah pada budak pemberian Muqauqis itu. Beliau menyerahkan Mariyah untuk dirinya dan menyerahkan Sirin kepada penyairnya, Hasan bin Tsabit.

Mariyah Al Qabthiyyah istri Rasulullah saw

Mariyah Al Qabthiyyah istri Rasulullah saw

Istri istri Nabi yang lain sangat cemburu atas kehadiran orang Mesir yang cantik itu, sehingga Rasulullah harus menitipkan Mariyah di rumah Haritsah bin Nu’man yang terletak di sebelah masjid.

Banyak sumber yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad kemudian memerdekakan dan menikahi Mariyah, namun ini tidak jelas apakah sebuah fakta historis atau apologi historis. Masalah lain, budak tidak langsung merdeka karena masuk Islam, sehingga hal ini tidak begitu jelas mengapa Mariyah harus dimerdekakan jika dia siap diislamkan.

Nabi Muhammad tinggal dalam rumah bata lumpur dekat dengan masjid Madinah, dan setiap istrinya memiliki ruang tersendiri dalam rumah bata itu, yang dibangun dalam bentuk barisan yang dekat dengan ruangannya.

Mariyah, walau begitu, tetap ditempatkan di rumah di tepi Madinah. Mariyah juga tidak dikategorikan sebagai istri dalam beberapa sumber paling awal, seperti dalam catatan Ibnu Hasyam dalam Sirah Ibnu Ishaq.

Mariyah memberikan Nabi Muhammad seorang putra, Ibrahim bin Muhammad, Mariyah adalah satu satunya istri Nabi setelah Khadijah ra, yang memberikannya seorang putra. Ibrahim meninggal ketika dalam masa pertumbuhan. Perhatian Nabi Muhammad kepada Mariyah diyakini menyebabkan kecemburuan di antara istri istri lain. Hal ini tidak bisa diatasi hingga turunnya surat ke-66 dalam Al Quran dengan subyek Mariyah.

Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [1485] Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu [1486]
dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan Peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan Menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: “Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab: “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. jika Nabi menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.

Allah menghendaki Mariyah al Qibtiyah melahirkan seorang putera Rasulullah setelah Khadijah ra. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan Mariyah, terlebih setelah putra putrinya seperti Abdullah, Qasim, dan Ruqayyah meninggal dunia.

Mariyah mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat istri istri Rasulullah cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah mencaga kandungan Mariyah dengan sangat hati hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun kedelapan hijrah, Mariyah melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim demi mengharap berkah dari nama bapak para Nabi. Lalu beliau memerdekakan Mariyah sepenuhnya. Kaum Muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah denagn gembira.

Akan tetapi, di kalangan istri Rasululllah lainnya api cemburu tengah membakar, suatu perasaan yang Allah ciptakan dominan kepada kaum perempuan. Rasa cemburu makin nampak setelah Rasulullah bertemu dengan Mariyah di rumah Hafsah saat Hafsah sedang tidak berada di rumahnya. Hal ini menyebabkan Hafsah marah. Atas kemarahan Hafsah itu, Rasulullah mengharamkan Mariyah atas diri beliau.

Kaitannya dengan itu, Allah telah menegur lewat firman-Nya
“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Bahkan Aisyah ra, turut mengungkapkan rasa cemburunya kepada Mariyah

“Aku tidak pernah cemburuk kepada wanita kecuali kepada Mariyah karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat tertatrik kepadanya. Ketika pertama kali datang Rasululah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu’man al Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering sekali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh itu lebih menyakitkan bagi kami.”

Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Aisyah berkata:

“Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikarunian anak seorang pun”

Beberapa orang dari kalangan golongan munafik menuduh Mariyah telah melahirkan anak hasil perbuatan dengan Maburi, budak yang menemaninya dari Mesir dan kemudian menjadi pelayan bagi Mariyah. Akan tetapi, Allah membukakan kebenaran akan diri Mariyah setelah Ali ra menemui Maburi dengan pedang terhunus, Maburi menuturkan bahwa dirinya adalah laki laki yang telah dikebiri oleh raja.

Pada usianya yang kesembilan belas bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga meresahkan kedua orang tuanya. Mariyah bersama Sirin senantiasa menunggui Ibrahim. Suatu malam, ketika sakit Ibrahim bertambah parah, dengan perasaan sedih, Nabi bersama Abdurrahman bin Auf pergi ke rumah Mariyah. Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah bersabda:

“Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai Ibrahim”

Tanpa beliau sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal dunia, beliau kembali bersabda:

“Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan perintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim. Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”

Demikianlah keadaan Nabi ketika menghadapi kematian putranya. Walaupun tengah berada dalam kesedihan, beliau tetap berada pada jalur yang wajar sehingga tetap menjadi contoh bagi seluruh manusia ketika menghadapi cobaan besar. Rasulullah mengurus sendiri jenazah anaknya kemudian beliau menguburkannya di Baqi’.

Setelah Rasulullah wafat, Mariyah hidup menyendiri dan menujukan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Dia wafat setelah lima tahun wafatnya Rasulullah, yaitu pada tahun ke-16 hijrah, pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab. Khalifah sendiri yang menyalati jenazah Sayyidah Mariyah al-Qibtiyyah, kemudian dikebumikan di Baqi’.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button