Masalah Masalah Sekitar Hukum Waris
Hukum waris terkadang memberikan sedikit masalah pada perhitungannya kelak dan terkadang menimbulkan sedikit kebingungan bagi para ahli waris. Adapun masalah masalah sekitar hukum waris menyangkut beberapa hal sebagai berikut:
1. Menyangkut perhitungan hak waris
Sekalipun dalam pembagian waris telah ada petunjuk yang telah ditetapkan dalam Al Quran dan Sunah, namun dalam pelaksanaanya sering ditemukan berbagai permasalahan, terutama jika jumlah ahli waris lebih dari seorang, atau keberadaan ahli waris tidak jelas keberadaannya.
Masalah Masalah Sekitar Hukum Waris
A. Aul
Masalah ‘aul muncul ketika pada pembagian harta waris dzaw al-furudh tidak ada anak laki laki (‘ashabah), sehingga jumlah harta yang harus dibagikan masih kurang dari ketentuan yang seharusnya. Misalnya, ahli waris yang ada terdiri dari: dua anak perempuan, ayah, ibu, dan suami. Jika diperhitungkan, maka pembagian waris bagi mereka akan menjadi sebagai berikut:
Untuk dua anak perempuan 2/3 = 8/12;
Untuk ayah 1/6 = 2/12;
Untuk ibu 1/6 = 2/12;
Untuk suami ¼ = 3/12.
Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah keseluruhan adalah 15/12, sedangkan jumlah harta warisan adalah 12/12. Maka kekurangan harta itu dibebankan kepada masing masing ahli waris berdasarkan persentase perolehan masing masing. Dengan demikian, perhitungannya menjadi:
Untuk dua anak perempuan 2/3 (8/12) menjadi 8/15;
Untuk ayah 1/6 (2/12) menjadi 2/15;
Untuk ibu 1/6 (2/12) menjadi 2/15;
Untuk suami ¼ (3/12) menjadi 3/15.
B. Radd
Masalah raad muncul ketika pada pembagian waris dsaw al furudh tidak ada anak laki laki, sehingga jumlah harta yang harus dibagikan melebihi ketentuan dari yang seharusnya. Misalnya, ahli waris yang ada hanya terdiri dari: ibu, seorang anak perempuan, dan cucu perempuan. Jika diperhitungkan, maka pembagian waris bagi mereka akan menjadi sebagai berikut:
Untuk ibu 1/6 = 2/12
Untuk anak perempuan ½ = 6/12
Untuk cucu perempuan 1/6 = 2/12
Berdasarkan perhitungan, jumlah seluruh harta warisan adalah 10/12, sedangkan jumlah harta yang harus dibagikan adalah 12/12. Maka kelebihan harta itu dibagikan kepada masing masing ahli waris berdasarkan persentase perolehan masing masing. Dengan demikian, perhitungannya menjadi:
Untuk ibu 1/6 (2/12) menjadi 2/10
Untuk anak perempuan ½ (6/12) menjadi 6/10
Untuk cucu perempuan 1/6 (2/12) menjadi 2/10
2. Pengunduran diri dari menerima waris
Pengunduran diri dari menerima waris adalah pengunduran diri dalam arti tidak menerima bagian waris yang harus diterimanya, dengan mendapat ganti uang atau barang atas permintaannya atau persetujuan salah seorang atau seluruh ahli waris. Hal ini dibenarkan selama dilakukan atas dasar kerelaan, sebagai mana yang pernah terjadi di masa sahabat.
3. Anak dalam kandungan
Menurut ilmu fikih, kedudukan anak dalam kandungan termasuk kategori ajliyah al-wujub al-naqishah (kemampuan memiliki yang belum sempurna), yang dibedakan dari kategori ahliyah al wujub al kamilah (kemampuan memiliki yang sempurna). Kedudukan anak sebagai ahli waris tergantung kepada keadaannya setelah lahir ke dunia. Dalam suatu hadis Rasulullah saw menyatakan,
“Jika anak itu menangis, maka ia hendak menerima waris” (HR Abu Daud)
Jika janin tersebut hidup, maka ia hendak mendapatkan waris. Namun, jika ia meninggal, maka ia tidak mendapatkannya.
4. Mafqud
Mafqud adalah orang yang tidak diketahui pasti keberadaannya, apakah dia masih hidup atau sudah meninggal. Dalam kasus seperti ini, masalah waris mewaris haruslah menunggu keputusa hakim terlebih dahulu, apakah orang tersebut masih hidup atau sudah meninggal.
Jika keputusan itu menetapkan bahwa yang bersangkutan masih hidup, maka hak warisnya harus disimpan. Sebaliknya, jika keputusan itu menetapkan ia telah meninggal, maka hak warisnya harus dibagikan kepada ahli waris yang ada.
Dalam kondisi seorang mafqud adalah satu satunya ahli waris, atau sebagai ahli waris yang menghalangi kedudukan ahli ahli waris lainnya, maka pembagian waris harus ditangguhkan hingga jelas permasalahannya.
Keputusan hakim tentang waktu ‘Kematian’ mafqud sangat berpengaruh terhadap pembagian waris. Jika keputusan itu terjadi ketika pewaris masih hidup, maka ia tidak memperoleh harta waris. Namun, jika keputusan itu sesudah kematian pewaris, maka ia memperoleh bagiannya dari harta yang disimpan.
5. Kedudukan ahli waris dzaw al arham
Ahli waris dzaw al arham adalah orang orang yang mempunyai hubungan kerabat dengan pewaris, yang tidak termasuk kelompok dzaw al furudh, dan tidak pula dijelaskan hak warisnya baik dalam Al Quran maupun Sunnah. Jika kerabat yang termasuk kelompok ashabah adalah laki laki dalam garis keturunan laki laki, maka dzaw al arham adalah perempuan atau laki laki melalui garis keturunan perempuan.
Ahli waris dzaw al arham terdiri empat kelompok berikut:
A. garis keturunan kurus ke bawah, yaitu:
1) Anak laki laki atau perempuan dari anak perempuan atau keturunannya;
2) Anak laki laki atau perempuan dari cucu perempuan atau keturunannya
B. Garis keturunan lurus ke atas, yaitu:
1) Ayah dari ibu dan seterusnya ke atas;
2) Ayah dari ibunya ibu dan seterusnya ke atas
3) Ayah dari ibunya ayah dan seterusnya ke atas
C. Garis keturunan ke samping pertama, yaitu
1) Anak perempuan dari saudara laki laki kandung atau seayah dan anaknya
2) Anak laki laki atau perempuan dari saudara seibu dan seterusnya ke bawah
D. Garis keturunan lurus ke bawah, yaitu
1) Saudara perempuan (sekandung, seayah atau seibu) dari ayah dan anaknya;
2) Saudara laki laki atau perempuan seibu dari ayah dan seterusnya ke bawah;
3) Saudara laki laki atau perempuan (sekandung, seayah atau seibu) dari ibu dan seterusnya ke bawah;
Tentang hak kewarisannya, menurut sebagian ulama, mereka adalah ahli waris yang berhak atas harta warisan, jika pewaris tidak meninggalkan ahli waris dzaw al furudh dan tidak pula ashabah. Dasar pemikiran mereka adalah firman Allah,
“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) [626] di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”(QS Al Anfal:75)
Jika ahli waris hanya seorang kemenakan atau anak dari saudara perempuan, ia mendapat warisan. Namun, ulama mazhab Syafii dzaw al arham dinyatakan tidak mendapatkan warisan. Kelebihan harta warisan hak ahli waris dzaw al furudh yang tidak mempunyai ahli waris ashabah atau sama sekali tidak mempunyai ahli waris baik dzaw al furudh maupun ashabah tersebut diserahkan kepada baitulmal.
6. Mawani al-Irts
Secara harfiah, mawani al irts, berarti: terhalang dari hak waris. Maksudnya, orang orang yang terkena sebab tertentu tidak berhak mendapat warisan, seperti perbudakan atau berbeda agama, atau melakukan pembunuhan. Dengan kata lain, seseorang karena perbudakan, berbeda agama dan atau melakukan pembunuhan kehilangan haknya sebagai ahli waris.