Memahami Wasiat dalam Hak Waris
Wasiat berasal dari bahasa Arab, yaitu kata washshaitu asy-syaia, ushi yang dalam bahasa Indonesia diartikan “aku menyampaikan sesuatu”
Sayid Sabiq sebagaimana dikutip oleh Drs. Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis, S.H mengemukakan pengertian wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa barang, piutang, atau pun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah orang yang berwasiat mati.
Menurut ketentuan hukum Islam, bahwa bagi seseorang yang merasa telah dekat ajalnya dan ia meninggalkan harta yang cukup, apalagi banyak, maka diwajibkan untuknya untuk membuat wasiat bagi kedua orang tuanya demikian juga bagi kerabat yang lainnya, apalagi jika ia dapat memperkirakan bahwa harta mereka (orang tuanya atau kerabat )tidak cukup untuk keperluan mereka.
Ketentuan hukum wasiat ini dapat ditemukan dalam Al Quran QS. Al-Baqarah : 180. Adapun menyangkut pelaksanaan ketentuan hukumnya lebih lanjut di atur dalam ayat 240 surah Al Baqarah dan ayat 106 surah Al-Maidah:
Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah Berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS Al BAqarah:240)
Dalam sunnah Nabi Muhammad saw dasar ketentuan hukumnya antara lain dapat dijumpai dalam sebuah hadis sebagai berikut:
Telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar r.a, Rasulullah saw bersabda:
“Hak bagi seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak diwasiatkan, sesudah bermalam selama dua malam tiada lain wasiatnya itu tertulis pada amal kebajikannya”
Lebih lanjut Ibnu Umar berkata: “Tidak berlaku bagiku satu malam pun sejak aku mendengar Rasulullah sae mengucapkan hadis itu kecuali wasiatku selalu berada di sisiku”
Memahami Wasiat dalam Hak Waris
Menyangkut pelaksanaan wasiat ini menurut bebera penulis harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut:
1. Ijab kabul
2. Ijab kabul harus tegas dan pasti
3. Ijab kabul harus dilakukan oleh orang yang memenuhi persyaratan untuk itu
4. Ijab dan kabul tidak mengandung ta’lil
Menyangkut pelaksanaan wasiat ini menurut hemat penulis apa yang dikemukakan dalam poin 1, 2, dan 3 terlampau mengada ngada, sebab bagaimana mungkin ijab dan kabul dilaksanakan seandainya penerima wasiat tidak ada di tempat, misalnya dalam beberapa keadaan si pewasiat berada di tengah perjalanan, atau si pewasiat meninggal mendadak. Apakah wasiat yang telah diperbuatnya sebelum meninggalnya (tanpa kehadiran si penerima wasiat) dipandang sebagai tidak sah?
Jika berdasarkan ayat Al Quran dan hadis di atas, yang jelas tergambar bahwa tidak mesti ada kabul (penerimaan) dari pihak penerima wasiat.
Apabila dilihat dari sudut pandang hukum, bahwa wasiat merupakan perbuatan hukum sepihak (pernyataan sepihak), jadi dapat saja wasiat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh si penerima wasiat, dan bahkan dapat saja dilakukan dalam bentuk tertulis.
Untuk menghindari terjadinya hal hal yang tidak dikehendaki di belakang hari, sering pernyataan wasiat itu dilakukan dalam bentuk akta autentik, yaitu dperbuat secara notarial, apakah dibuat oleh atau di hadapan notaris atau disimpan dalam protokol notaris.
Kompilasi hukum Islam Indonesia khususnya dalam ketentuan yang terdapat Buku II Bab V Pasal 194 dan 195 menyebutkan persyaratan persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pewasiatan sebagai berikut:
1. Pewasiat harus orang yang telah berumur 21 tahun, berakal sehat, dan didasarkan kepada kesuka relaannya.
2. Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak si pewasiat.
3. Peralihan hak terhadap barang/benda yang diwasiatkan adalah setelah si pewasiat meninggal dunia.
Menyangkut beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pewasiatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apabila wasiat itu dilakukan secara lisan, maupun tertulis hendaklah pelaksanaanya dilakukan di hadapan 2 orang saksi atau di hadapan notaris.
2. Wasiat hanya dibolehkan maksimal sepertiga dari harta warisan, kecuali ada persetujuan dari semua ahli waris
3. Wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris
4. Pernyataan persetujuan pada poin 2 dan 3 dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis di hadapan 2 orang saksi, atau dibuat di hadapan notaris.
Persoalan wasiat ini apabila dihubungkan dengan persoalan pembagian harta warisan, maka haruslah terlebih dahulu dikeluarkan apa apa yang menjadi wasiat dari si meninggal, barulah kemudian (setelah dikeluarkan wasiat) harta tersebut dibagikan kepada para ahli waris