Orang yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa dan Kewajibannya
Puasa oleh beberapa orang tidak dapat dilakukan atau tidak sanggup dilakukan memiliki kewajiban sebagai pengganti puasanya tersebut. Kewajiban melaksanakan puasa Ramadhan itu dimulai pada tahun kedua setelah Nabi hijrah ke Madinah.
Pada awalnya, umat islam diberi pilihan antara menjalankan puasa atau mengganti puasa dengan membayar fidyah (memberi makan seorang miskin setiap harinya). Pada saat itu, kecenderungan orang lebih memilih membayar fidyah daripada berpayah-payah menjalankan puasa, sehingga makna dari puasa yang sebenarnya berkurang. Keadaan seperti ini terus berlanjut, hingga Allah swt menurunkan ayat,
“….Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu…”(QS Al-Baqarah:185)
Dengan turunnya ayat ini, maka tidak ada pilihan bagi setiap mukmin bila datang bulan Ramadhan kecuali menjalankan puasa. Adapun mereka yang diperkenankan meninggalkan puasa dengan kewajiban membayar fidyah hanyalah orang-orang tertentu saja yaitu orang-orang yang tergolong pada kategori “yuthiiquunahu” (orang yang sangat berat menjalankan puasa)
Orang yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa dengan Kewajiban Membayar Fidyah
Menurut Sayyid Rasyid Ridha, orang-orang tersebut ialah; orang tua usia dan lemah, orang yang sakit berbulan bulan atau bertahun tahun, perempuan yang sedang hamil dan perempuan yang sedang menyusui anak.
Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Abdul Fatah menambahkan kelompok yuthiiqun ini dengan para pekerja berat, yaitu orang yang mencari penghidupan dengan jalan bekerja berat (buruh kasar).
Contohnya, pekerja tambang, buruh pemecah batu, penggali tanah, dan narapidana yang dihukum kerja paksa secara terus menerus. Kesimpulannya, orang-orang yang mencari kehidupan dengan menguras tenaga sehingga tidak kuat bekerja boleh untuk tidak berpuasa dengan membayar fidyah.
Orang yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa dengan Kewajiban Mengqadha
Selain diperbolehkan tidak berpuasa dengan kewajiban membayar fidyah bagi orang-orang tertentu, diberikan pula rukhshah atau keringanan bagi orang yang sakit atau bepergian (safar).
Mereka diperbolehkan tidak berpuasa tetapi wajib mengqadha (mengganti) puasanya pada hari lain (di luar bulan Ramadhan), sebanyak hari yang ditinggalkannya saat puasa di bulan Ramadhan.
Allah swt berfrman, “Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. ”(QS. Al-Baqarah:184)
Tentang rukhshah bagi orang yang bepergian (musafir) di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Abdullah bin Umar, Ibnu Abbas, Sa’id Ibnu Musyaiyyab, Asy-Sya`bi, Ahmad, dan Ishaq berpendapat: “Lebih baik berbuka puasa”
Adapun Umar bin Abdul Aziz, Qatadah dan Mujahid berpendapat jika mengqadha puasa nanti dirasakan lebih payah dan sulit, sedangkan dalam perjalanan dirasakan lebih ringan untuk berpuasa, maka berpuasa lebih baik bagi seseorang. Dalam artian, mana yang lebih mudah bagi seseorang untuk dilakukan maka itulah yang baik dikerjakan.
Semoga bermanfaat…