
Prinsip Kepemimpinan Rasulullah SAW
Rasulullah saw ialah seorang Nabi dan juga Rasul yang utus ke muka bumi sebagai Rahmatan lil alamin, rahmat bagi semua umat.
Bukan hanya di kalangan umat muslim baginda Rasulullah saw dikenal sebagai seorang pemimpin yang handal, tetapi juga dikenal sebagai pemimpin yang luar biasa dan tidak ada duanya di kalangan para pemimpin barat lainnya.
Kepemimpinan Rasulullah saw ini telah memberi banyak panutan dan digunakan orang sebagai pedoman dalam memimpin.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu [246] . kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”(Ali Imran:159)
Prinsip Kepemimpinan Rasulullah SAW
Ayat di atas ialah ayat yang berhubungan dengan peristiwa perang uhud. Di mana. Dalam kondisi evaluasi kerja, tidak jarang seorang pemimpin terjebak dalam emosi, bahkan dapat berbuat semena mena terhadap anggotanya, yang dianggap sebagai penyebab kegagalan tersebut. Namun yang dilakukan oleh Rasulullah dengan bimbingan dari Allah swt terhadap sahabatnya telah memberikan contoh yang begitu mulia bagi seorang pemimpin.
Sikap beliau terhadap mereka walaupun sebagian dari mereka telah lari dari medan perang, beliau tetap santun, tidak kasar, tidak keras hati, mudah memaafkan dan memintakan ampun atas dosa mereka kepada Allah swt. Bahkan untuk memperbaiki kondisi seorang pemimpin dengan umatnya Rasulullah saw tidak segan segan mengajak kembali untuk bermusyawarah.
Sikap semacam itu merupakan Rahmat Allah yang diberikan kepada Muhammad saw untuk bisa menjadi teladan dan contoh kepada umatnya. Allah berfirman,
“sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.”(At-Taubah:128)
Di antara tujuan Rasulullah Saw mengajak para sahabat bermusyawarah adalah untuk membangun kembali kepercayaan kepada mereka. Agar mereka masih dianggap oleh Rasulullah, sehingga tidak ada yang merasa kecil hati atau putus asa.
Akhlak seperti ini perlu kita contoh. Bila kita menjadi seorang pemimpin dan ada anggota yang mengecewakan, hendaknya jangan dijauhi. Namun bangunlah kembali kepercayaan kepada mereka, rangkullah kembali dan selalu berhusnuzan pada Allah dan hamba hamba-Nya. Memang hal ini tidaklah mudah. Maka, hanya kepada Allah lah kita meminta pertolongan dan bimbingan dalam bersikap.
Alkisah seorang tabi’in bernama Sa’id bin Jubair. Beliau tinggal di rumah susun. Rumah di atas beliau adalah rumah seorang Majusi (penyembah api). Setiap hari selama bertahun tahun, rumah Said bin Jubair selalu dibasahi oleh air dari kamar mandi orang majusi tadi. Namun, saat diam dan tidak memberitahukan tetangganya tersebut. Beliau tetap bersabar setiap kali tempat penampung airnya penuh dan membuangnya tanpa banyak bicara.
Suatu ketika, Said hendak meninggal, beliau memanggil orang Majusi tadi. Said meminta maaf dan menyuruh tetangganya untuk memperbaiki kamar mandinya karena ia khawatir bila anaknya tidak dapat bersabar dengan kondisi tersebut, sehingga melakukan hal yang tidak pantas.
Orang majusi tadi sangat takjub dengan kesabaran yang ditunjukan oleh Said bin Jubair. Atas sikap Said bin Jubair tadi orang Majusi tadi akhirnya memutuskan untuk masuk Islam agama yang lurus. Inilah salah satu sikap santun kepada orang lain. Bisa saja orang yang belum beriman menjadi beriman karena sikap baik kita kepada mereka.
Sikap lemah lembut tidak mesti tanpa ketegasan. Sikap lemah lembut mesti dilakukan pada tempatnya dan sikap tegas juga pada tempatnya. Kita harus mampu bersikap secara proporsional dan bijak. Termasuk sikap yang harus tegas (bukan kekerasan) adalah terhadap semua aliran sesat. Perlu diingat bahwa perbedaan kita dengan aliran sesat itu bukanlah perbedaan pemahaman agama seperti Muhammadiyyah dan Nahdhatul Ulama. Namun perbedaannya sudah berkaitan dengan perbedaan prinsip dan keyakinan.
Ajaran yang meyakini bahwa ada Nabi lain selain Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir adalah haram hukumnya. Dan sudah sepatutnya kita untuk tidak meyakininya.
Semoga bermanfaat…