Rujuk yang Sesuai Ajaran Rasulullah SAW
Jika seorang suami menjatuhkan talak satu atau dua kepada istrinya, dia boleh merujuknya selama ‘iddahnya belum selesai.
Jika ‘iddahnya sudah selesai, dia bisa menikahinya dengan akad baru. Kemudian, dia masih memiliki talak yang tersisa.
Jika suami menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, dia tidak bisa kembali kepadanya kecuali terpenuhi lima syarat:
1. ‘iddahnya selesai
2. Mantan istrinya itu menikah dengan laki laki lain
3. Suami kedua menyetubuhinya
4. Akad nikah dengan suami kedua terputus; entah karena talak, dibatalkan, atau kematian si suami.
5. ‘Iddahnya selesai dari suami keduanya.
Penjelasan:
1. Jika seorang suami menjatuhkan talak satu atau talak dua kepada istrinya, ia boleh merujuknya selama masa ‘iddahnya belum selesai. Dasarnya adalah Firman Allah SWT,
“Dan suami suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu” (Al-Baqarah [2]:228)
Juga sabda Rasulullah SAW kepada Umar, “Perintahkanlah anakmu untuk merujuknya (istrinya)”
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Abdullah menjatuhkan talak satu. Dalam riwayat Muslim dikatakan bahwa jika Ibnu Umar ditanyakan tentang itu, dia berkata kepada salah seorang di antara mereka, “Yaitu jika engkau menjatuhkan talak satu atau dua kepada istrimu. Sebab, Rasulullah SAW memerintahkanku dengan hal ini” Yaitu merujuknya.
Abu Dawud (2283) meriwayatkan dari Umar r.a bahwa Rasulullah SAW mentalak Hafshah, kemudian merujuknya.
2. Sebuah atsar diriwayatkan dari Umar bahwa dia ditanya tentang seorang yang menjatuhkan talak dua kepada istrinya, sedangkan ‘iddahnya telah selesai. Kemudian wanita itu menikah dengan laki laki lainnya dan berpisah. Kemudian suaminya yang pertama menikahinya lagi. Umar menjawab, “Suaminya itu memiliki talak yang tersisa” (Al-Muwaththa:2/586)
3. Allah SWT berfirman:
“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum hukum Allah” (Al-Baqarah [2]:230)
Maksud menjalankan hukum hukum Allah adalah menjalankan hak hak suami dan istri.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah r.a bahwa istri dari Rifa’ah Al-Qurazhi mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, “Dahulu saya bersama Rifa’ah. Kemudian dia mentalakku secara penuh. Kemudian saya menikah dengan Abdurrahman Ibnu Zubair. Saya bersamanya seperti rumbai kain” Beliau berkata, “Apakah engkau ingin kembali kepada Rifa’ah? Tidak boleh, sampai engkau merasakan madunya dan dia juga merasakan madumu”
Maksud rumbai kain adalah bentuk penyerupaan bahwa dzakarnya lembek dan tidak mampu melakukan jima’
Maksud merasakan madunya adalah kiasan dari jima’ kenikmatan jima’ diserupakan dengan nikmat mencicipi madu.
Dalam hadits ini digunakan kata ‘usail. Ini menunjukkan bahwa jima’ itu cukup dengan bentuk minimalnya, yaitu masuknya kepala dzakar ke dalam vagina.