Zainab binti Jahzy Istri Rasulullah saw
Nama lengkap Zainab adalah Zainab binti Jahzy bin Ri’ab bin Ya’mar bin Sharah bin Murrah bin Kabir bin Gham bin Dauran bin Asad bin Khuzaimah. Sebelum menikah dengan Rasulullah namanya adalah Barrah, kemudian diganti oleh Rasulullah menjadi Zainab setelah menikah dengan beliau, Ibu dari Zainab bernama Umaimah binti Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai. Zainab dilahirkan di Mekkah Asadiyah pada tahun 590 M. Ayahnya adaah Jahzy bin Ri’ab.
Dia tergolong pemimpin Quraisy yang dermawan dan berakhlak baik, Zainab yang cantik dibesarkan ditengah keluarga yang terhormat, sehingga tidak heran orang orang Quraisy menyebutnya dengan perempuan Quraisy yang cantik. Dia adalah saudara dari Hamnah dan Abu Ahmad. Zainab pun tergolong orang yang melakukan Hijrah pertama kali. Zainab termasuk wanita pertama yang memeluk Islam. Allah pun telah menerangi hati ayah dan keluarganya sehingga memeluk Islam. Dia hijrah ke Madinah bersama keluarganya. Ketika itu dia masih gadis walaupun usianya sudah layak menikah.
Zainab binti Jahzy Istri Rasulullah saw
Zainab masih memiliki kekerabatan dengan Rasululullah saw. Ibunya bernama Umaimah binti Abdul Muthalib bin Hasyim yang juga bibi dari Rasulullah. Zainab merupakan keturunan syarif (kalangan ningrat yang mulia) namun itu semuanya tidak membuatnya menjadi sombong. Dia juga merupakan wanita saleh yang banyak berpuasa, wara’, bangun malam dan sangat dermawan terhadap kaum fakir miskin.
Terdapat beberapa Ayat Al Quran yang memerintahkan Zainab dan Zaid melangsungkan pernikahan. Zainab tergolong dari keluarga terhormat, sedangkan Zaid bin Haritsah adalah budak Rasulullah yang sangat beliau sayangi, sehingga kaum muslimin menyebutnya sebagai orang kesayangan Rasulullah. Zaid berasal dari keluarga Arab yang kedua orang tunya beragama Nasrani. Ketika masih kecil ia terpisah dari orang tuanya karena diculik, kemudian dia dibeli oleh Hakim bin Hizam untuk bibinya, Khadijah binti Khuwailid ra, lalu dihadiahkannya kepada Rasulullah saw.
Ayah Zaid, Haritzah bin Syarahil, senantiasa mencarinya hingga dia mendengar bahwa Zaid berada di rumah Rasulullah. Ketika Rasulullah menyuruh Zaid mimilih antara tetap bersama beliau atau kembali pada orang tua dan pamannya dia berkata:
“Aku tidak menginginkan mereka berdua, juga tidak menginginkan orang lain yang engkau pilihkan untukku. engkau bagiku adalah Ayah sekaligus paman.”
Setelah itu Rasulullah mengumumkan kebebasan Zaid dan mengangkatnya sebagai anak. Ketika Islam datang, Zaid adalah orang pertama yang memeluk Islam dari kalangan budak. Dia senantiasa berada di dekat Nabi, terutama setelah dia meninggalkan Mekkah, sehingga beliau sangat mencintainya, bahkan beliau pernah bersabda tentang Zaid
“Orang yang aku cintai adalah orang yang telah Allah dan aku beri nikmat.” (HR. Ahmad)
Allah telah memberikan nikmat kepada Zaid dengan keislamannya dan Nabi memberi nikmat dengan kebebasannya. Ketika beliau hijrah ke Madinah Rasulullah mempersaudarakan Zaid dengan Hamzah bin Abdul Muthalib. Dalam peperangan Zaid selalu bersama dengan Rasulullah, tidak jarang Zaid ditunjuk untuk menjadi komandan pasukan. Tentang Zaid Aisyah pernah berkata:
“Rasulullah tidak mengirimkan Zaid ke medan perang kecuali selalu menjadikannya sebagai komandan pasukan, seandainya dia tetap hidup, beliau pasti menjadikannya sebagai pengganti beliau.”
Sesampainya di Madinah beliau meminang Zainab binti Jahzy untuk Zaid bin Haritsah. Semula Zainab membenci Zaid dan menolak untuk menikah dengannya, begitu juga dengan saudara laki lakinya. Menurut mereka, bagaimana mungkin seorang gadis cantik dan terhormat menikah dengan seorang budak? Rasulullah menasihati mereka dan beliau menjelaskan posisi Zaid di hati beliau, sehingga turunlah ayat kepada mereka:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.”(QS Al-Ahzab:36)
Akhirnya Zainab menikah dengan Zaid sebagai pelaksanaan atas perintah Allah, meskipun sebenarnya Zainab tidak menyukai Zaid. Melalui pernikahan itu Nabi saw ingin menunjukan bahwa tidak ada perbedaan di antara manusia kecuali dalam ketakwaan dan amal perbuatan mereka yang baik. Pernikahan itu pun bertujuan untuk menghilangkan tradisi jahiliah yang senang membanggakan diri dengan keturunan. Akan tetapi, Zainab tidak dapat menerima pernikahan tersebut karena perbedaan yang jauh di antara mereka berdua. Di depan Zaid, Zainab selalu membangga banggakan dirinya sehingga menyakiti hati Zaid. Zaid mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah dan Rasulullah menyuruhnya untuk bersabar, dan Zaid pun mengikuti nasihat beliau. Akan tetapi, dia kembali menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa dirinya tidak mampu hidup bersama Zainab. Mendengar perkataan itu Rasulullah bersabda:
“Pertahankan terus istrimu itu dan bertakwalah kepada Allah.”
Kemudian beliau mengingatkan betapa pentingnya pernikahan yang merupakan perintah Allah. Zaid berusaha menenangkan diri dan bersabar, namun tingkah laku Zainab sudah tidak dapat dikendalikan, akhirnya terjadilah talak. Selanjutnya Zainab dinikahi Rasulullah.
Prinsip dasar yang melatarbelakangi pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahzy adalah untuk menghapuskan tradisi pengangkatan anak yang berlaku pada zaman jahiliah. Artinya, Rasulullah ingin menjelaskan bahwa anak angkat tidak sama dengan anak kandung, seperti halnya Zaid bin Haritsah yang sebelum turun ayat Al Quran telah diangkat sebagai anak beliau. Allah swt berfirman:
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu [1199] .”
Karena itu, seseorang tidak berhak mengakui hubungan darah dan meminta hak waris dan orang tua angkat (bukan kandung). Karena itulah Rasulullah menikahi Zainab setelah bercerai dengan Zaid yang sudah dianggap oleh orang banyak sebagai anak Muhammad. Allah telah menurunkan wahyu agar Zaid menceraikan istrinya kemudian dinikahi oleh Rasulullah. Pada mulanya Rasulullah tidak memperhatikan perintah tersebut, bahkan meminta Zaid mempertahankan istrinya. Allah memberikan peringatan sekali lagi dalam ayat:
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu Menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia [1219] supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya [1220] . dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.”(QS. Al-Ahzab:37)
Ayat di atas merupakan perintah Allah agar Nabi saw menikahi Zainab dengan tujuan meluruskan pemahaman keliru tentang kedudukan anak angkat.
Rasulullah saw mengutus seseorang untuk mengabari Zainab tentang perintah Allah tersebut. Betapa gembiranya Zainab mendengar perintah tersebut, dan pesta pernikahanpun digelar dan dihadiri warga Madinah.
Zainab mulai memasuki Rumah tangga Rasulullah dengan dasar wahyu Allah. Dialah satu satunya istri Nabi yang berasal dari kerabat dekatnya. Rasulullah tidak perlu meminta izin ketika memasuki rumah Zainab sedangkan pada istri istrinya selalu meminta izin. Kebiasaan seperti itu menimbulkan kecemburuan di hati istri istri Rasulullah.
Orang orang munafik yang tidak senang dengan perkembangan Islam membesar besarkan fitnah bahwa Rasulullah telah menikahi istri anaknya sendiri. Karena itu turunlah ayat yang berbunyi:
“Muhammad itu sekali kali bukanlah bapak dari seorang laki laki di antara kamu, dan dia adalah Rasulullah penutup nabi nabi….” (QS. Al-Ahzab:40)
Zainab berkata kepada Nabi:
“Aku adalah istrimu yang terbesar haknya atasmu, aku utusan yang terbaik di antara mereka. Dan aku pula kerabat terdekat di antara mereka. Allah menikahkanku denganmu atas perintah dari langit, dan Jibril yang membawa perintah tersebut. Aku adalah anak bibimu. Engkau tidak memiliki kerabat dengan mereka seperti halnya denganku.”
Zainab sangat menyukai Rasulullah dan merasakan hidupnya sangat bahagia, akan tetapi dia sangat pencemburu terhadap istri Rasulullah lainnya, sehingga Rasulullah pernah tidak tidur bersamanya selama tiga bulan karena kelakuannya yang menyakiti hati Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab.
Zainab bertangan terampil menyamak kulit dan menjualnya, juga mengerjakan kerajinan sulaman, dan hasilnya diinfakkan di jalan Allah.
Zainab binti Jahzy adalah istri Rasulullah yang pertama kali wafat setelah wafatnya Rasulullah, yaitu pada tahun ke 20 Hijriah, pada masa kekhalifahan Umar bin Khathtab pada usianya yang ke 53 pada tahun 20 H/641 M dan dimakamkan di Baqi. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Zainab berkata menjelang ajalnya.
“Aku telah menyiapkan kain kafanku, tetapi Umar akan mengirim untukku kain kafan, maka bersedekahlah dengan salah satunya. Jika kalian dapat bersedekah dengan semua hak hakku, kerjakanlah dari sisi yang lain.”
Semasa hidupnya, Zainab banyak mengeluarkan sedekah di jalan Allah. Tentang Zainab Aisyah berkata:
“Semoga Allah mengasihi Zainab. Dia banyak menyamaiku dalam kedudukannya di hati Rasulullah. Aku belum pernah melihat wanita yang lebih baik agamanya daripada Zainab. Dia sangat bertakwa kepada Allah, perkataannya paling jujur, paling suka menyambung silaturahim, paling banyak bersedekah, banyak mengorbankan diri dalam bekerja untuk dapat bersedekah, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Selain Saudah, dia yang memiliki tabiat yang keras.”